Tradisional Mengantar ‘RODA’ Berprestasi

Posted: January 30, 2013 in Edisi 1, Komunitas

Anak-anak pinggiran Jakarta usia belasan menabuh rebana dan gendang Jimbe, permainan bass, gitar, drum ‘ala kadar’ serta tiupan suling menambah keindahan alunan music. Seorang anak perempuan dengan suara yang tinggi melantunkan lagu dengan lantang.

Mereka mengenakan kaos warna hitam bertuliskan “Roda”. Roda adalah sanggar perkusi yang beranggotakan 15 anak pinggiran Jakartan, tepatnya berdomisili disamping terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur. Walau hanya dibekali peralatan music tradisional seperti angklung, rebana, gong kecil, gendang serta instrument elektrik lainnya, namun harmoni nada yang tercipta membuat seorang musisi handal sekalipun pasti akan mengancungkan jempol.

BERISIK berkesempatan untuk mengobrol kepada Winda (48) yang biasa disapa ibu winda adalah pembimbing sanggar roda sejak sanggar ini dibangun 10 tahun lalu. Lalu saya bertanya bertanya apa yang menyebabkan mereka begitu ceria? Bahkan setiap lagu demi lagu, bait demi bait yang mereka sajikan seperti dilakukan tanpa beban, padahal mereka semua berasal dari kaum marginal yang tumbuh dan besar di jalanan? Dan ia menjawab, salah satu alasan mengapa mereka semua terlihat kompak dan riang, selain karena usia muda, juga rasa bangga dalam diri karena mereka dibimbing untuk mandiri tidak hanya dibidang musik.

“Kesenian itu belum dihargai di Indonesia, jadi mereka haru punya backup yaitu menimba ilmu pengetahuan setinggi-tingginya, agar kelak selain memiliki batu pijakan dibidang music, mereka sudah memiliki karir sesuai disiplin ilmu yang mereka tempuh”, ungkap ‘IBU’

Sejak sanggar ini dibangun 10 tahun lalu, dan sekarang sudah angkatan ke tiga merka masih mengusung tema tradisional dan lagu-lagu andalannyapun rata-rata lagu-lagu daerah yang diaransemen ulang seperti manuk dadali, kicir-kicir, jail-jali, dan masih banyak lagi. Setelah di singgung kenpa masih mengusung tema tradisional, winda menjawab “keahlian mereka memang disini, sebenarnya ada lagu-lagu lain tapi kami trut prihatin aja sama kebudayaan Indonesia yang udah ditinggalkan oleh orang banyak”.

“Walauun mereka sering dicemooh oleh rekan-rekan mereka, ada yang bilang geng Tabok ada juga yang bilang geng Topeng Monyet, namun kita tekankan kepada mereka bahwa kalian sendiri yang menentukan apapun yang kalian mau di masa yang akan datang dan kami akan membantu sekuat tenaga mewujudkan mimpi-mimpi mereka,” ungkap Winda.

 

Penulis: Sinar Putri Suci Utami

Leave a comment